Daftar Rekening Paypal klik disini

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

Monday, February 14, 2011

Perempuan Tomboy, Kisah

Perasaan ajaib ini mulai aku rasakan ketika aku duduk di klas 1 SMA. Perasaan ini membuatku limbung, resah, frustasi. Aku bingung dan takut, entah apa yang kutakutkan. Seperti ada bayangan kabut hitam pekat tak berwujud mengurungku bahkan mengimpitku sehingga aku megap-megap kehabisan udara. Aku perempuan tomboy yang bahkan cenderung ingin menjadi lelaki. parah, ya?

Aku jadi liar dan memberontak, seakan-akan semua tidak bersekutu bahkan tidak memahamiku. Bersama adik lakiku yang bungsu (dari tiga bersaudara, aku nomor dua dan perempuan sendiri) kami jadi berandalan tengil ditengah keluarga. Yang paling repot adalah ayahku yang harus bolak balik ke sekolah karena dapat surat panggilan kepala sekolah. Kalau bukan aku, ya adikku yang buat ulah.

Sampailah disebuah peristiwa yang masih lekat dalam ingatanku hingga saat ini. Saat itu, kepalaku tiba-tiba pening, aku bolos dan nongkrong di warung bakso samping sekolah. Sambil melamun, telingaku masih sempat mendengar obrolan empat cewek dari jurusan IPS (dan aku jurusan IPA). Mereka menggosipkan ayah dari salah satu sahabat terdekatku. Tau-tau darahku mendidih. Aku paling pantang bila sahabat-sahabat terdekatku digosipin. Tanpa sadar tanganku sudah mengobrak abrik mangkuk bakso mereka. Salah satu dari mereka badannya besar dan hitam (juga musuhku kala bertanding basket), langsung mau mencakar wajahku, sebelum sempat mengenai kulit mukaku, tangan kananku sudah mendarat di mulutnya. merontokkan dua gigi sampingnya dan memuncratkan darah segar...

Aku pun kaget, tapi terlambat Si Gorila ngamuk berat.

Dengan mudahnya dia mengangkat dan mengayunkan bangku kayu tukang bakso ke arah kepalaku. Refleks aku menangkis dengan tangan kiri, ada dua suara yang terdengar di telingaku. Suara pertama agak sayup, suara kedua suara kayu patah, kraaakkk!! Rasa sakit yang nyeri menjalar di tangan kiriku. Dari alis mataku mengalir darah. Kemudian aku tertunduk lemes dan hening. Mati aku.. mati aku..

Horee!! Aku masih hidup!! Ternyata aku hanya pingsan. Selanjutnya kakakku membawaku ke rumah sakit dengan motor trailnya, diiringi tatapan berpuluh-puluh pasang mata murid dan guru SMA. Tanganku harus di pasang gips dari siku hingga ke pergelangan tangan selama enam bulan. Sedangkan alisku hanya diperban tanpa harus dijahit. Jadilah aku “Pendekar Tangan Satu”. Bersama ayahku yang datang menyusul ke rumah sakit aku langsung pulang.

Setiba di rumah aku disambut teriakan histeris ibuku. Dengan raut wajah yang memerah dan urat-urat leher yang menonjol menahan amarah, kulihat tangan kanan ibuku sudah memegang gebukan kasur (seumur-umur baru kali ini aku liat ibuku marah besar, pun kalau aku bandel paling dicubit).

Terbirit birit aku lari tak kurasakan lagi nyeri di tanganku. Sambil mengayun-ayunkan gebukan yang terbuat dari rotan ini, ibu mengejarku seantero rumah. Entah pengaruh antibiotik entah karena kulihat ayahku hanya berdiri mematung dengan raut wajah yang paling sedih yang pernah kulihat, tanpa sadar aku terjatuh lunglai, aku pasrah dan terduduk sambil melindungi wajahku, aku menunggu. Plak! Panas betisku ketika pukulan pertama mendarat, aku bertahan dengan posisiku menanti pukulan kedua. Lama dan hening seperti ada jeda tak berkesudahan, sayup-sayup kudengar suara isakkan ibuku, lamat-lamat kuangkat wajahku, ibuku terduduk dengan wajah bersimbah air mata, kulihat ayahku yang sudah bersila di lantai, wajah ayahku semakin terlihat tua bila mata beliau berkaca-kaca seperti ini.

“Ya Allah ya Rabbi, apa salah kami ini, kami seperti tidak memiliki anak perempuan. Jangan jadikan kami orang tua yang durhaka ya Allah, ampunin segala dosa-dosa kami sebagai orangtua, sebagai anak bagi orangtua kami, Engkau Maha Pengampun Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ya Allah kami memohon kepadaMu, janganlah Engkau timpakan kesalahan kami kepada anak-anak kami”.

Aku pun ikut menangis dan langsung menghambur bersujud di pangkuan ibuku, aku memeluk erat-erat tubuhnya kuciumi tangan dan keningnya. Aku bersujud di kaki ayahku. Sambil memohon ampunan mereka berdua dan berjanji tidak mengulangi segala perbuatan-perbuatan yang akan membuat ayah ibuku bersedih lagi.

Kejadian ini demikian membekasnya di benakku. Momen ini yang menjagaku hingga aku selamat sampai detik ini. Sejak kejadian itu, aku perlahan berubah agak beradab tanpa menghilangkan pembawaanku yang jahil dan tomboy tanggung ini (aku masih mau kok pakai gaun tergantung acaranya).

Aku alihkan segala energi hormon pubertasku dengan bermacam-macam kegiatan sekolah dan olah raga. Pokoknya aku harus capek agar malamnya aku bisa tidur pulas tanpa dihantui perasaan ajaib dan hasrat-hasrat anehku.

Aku paksa endapkan perasaan ajaibku ke lubuk hatiku yg paling dalam dan gelap. Aku hanya mampu menjerit dalam hati, menangis tanpa air mata, badanku selalu basah oleh keringat dingin. Aku takut malam, aku ingin malam cepat berlalu, aku ingin secepatnya fajar menyingsing. Malam bagiku hanya membuatku senewen.

Meskipun hatiku tergerus hingga kebutir terhalus, aku nikmati masa pubertasku dengan hati pilu dan getir. Sehari-hari aku tetap ceria, penuh semangat dan yang pasti aku tetap jahil. Seakan-akan aku anak perempuan yang normal seperti layaknya anak gadis yang sedang memasuki usia remaja. Tidak sedikit pun, kutampakkan keanehan yang membuat saudara-saudara lakiku dan orangtuaku harus khawatir.

perempuan.com

No comments:

Post a Comment

Mungkin Anda mencari

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Label

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons